Dear My Ghost - Chapter 2 (The Day very Strange)













   Terkadang pertemuan pertama memang tak seindah yang terpikirkan, ini bukan dongeng Cinderella yang tersiksa karena Ibu tiri kemudian bertemu seorang pangeran dan pergi ke istanah untuk menikah, setelahnya cerita berakhir dengan kebahagiaan. Sekali lagi, tak seindah yang terpikirkan!



****



   "Hi Sang Mun, kau akan ku kenalkan pada teman-teman baruku, mereka sangat baik dan kau juga harus mengenal mereka," celetuk Sera sembari menyeret lenganku dengan tangan kirinya menuju sebuah tempat. Terlihat bangunan-bangunan megah mengelilingi lahan luas di tengahnya, kami mulai mendekat pada sebuah bangunan cukup besar, hampir seluruh bagian depan bangunan terbuat dari kaca—memperlihatkan fasilitas dan apa saja yang ada di dalam—bangku yang tertata rapi dan mahasiswa yang menikmati hidangan bersama rekannya, termasuk beberapa orang memakai seragam pelayan yang terlihat hanya dapat dihitung dengan jari, mondar-mandir melayani mahasiswa yang ingin mengisi perut keroncongannya. Mungkin lebih banyak yang bekerja di dalam, pikirku menebak.

   "Aiissh... sangat memalukan, kenapa kau membawaku kemari? aku bukan mahasiswa di sini!" celetukku protes. 
Dari tadi pagi Sera terus memaksaku agar ikut dengannya, bahkan tak memperdulikan alasan-alasanku sama sekali. Sudah seminggu berlalu aku menginjakkan kaki di kota ini, meskipun begitu, rasa canggung masih menyelimuti perasaanku, karena situasi kali ini berbeda dengan beberapa bulan yg lalu disaat diri ini masih mengenakan seragam putih abu-abu.

   "Sudahlah abaikan, hanya di kantin saja, bukan di dalam kelas! Itu tidak masalah kan," sahut Sera, membawaku lebih dekat hingga memasuki bangunan yang ia sebut Kantin Kampus. Beberapa mahasiswa memandang ke arah kami yang berjalan dengan jurus kuda bersayap, begitu kencang dan cukup tergesah-gesah.

   "Haiii!" teriak Sera, melambaikan tangan kanannya mengarah pada segerombolan mahasiswa. Setelahnya ia menarikku kembali, mendekati mereka.

   "Sera, apa ini yang bernama Lee Sang Mun?" ucap seorang pria berambut coklat kehitam-hitaman dan dibalas anggukan oleh Sera.

   "Sang Mun, kenalkan ini teman-temanku Bora, Park, Lee, dan Kim," ucap Sera, sembari menunjuk temannya satu persatu sesuai nama, tiga perempuan dan satu pria. Setelah berjabat tangan, kami duduk dan berbincang-bincang mengenai masa SMA hingga membicarakan artis Korea yang di-idolakan. Duduk melingkar ditengahi meja bulat bercat biru muda yang di atasnya terdapat berbagai macam camilan beserta minuman. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja kita sudah menjadi akrab. Apakah ini akan menjadikan keadaanku membaik, dan kekecewaan itu perlahan akan hilang walau sangat sulit? tanya batinku konyol, bagai orang tak ada kerjaan saja.

   "Maaf terlambat," sahut seorang pria yang tiba-tiba duduk di sebelah Kim, nafasnya terengah-engah sampai terdengar olehku yang duduk berseberangan dengannya.

   "Aiissh... dasar kau ini, apa kau ke perpustakaan dan mengabaikan kami lagi hah!" celetuk Bora menanggapi ucapan pria yang baru duduk, hingga membuat semuanya menoleh ke arah Bora kemudian beralih pada pria itu lagi, termasuk aku. Secara bersamaan aku dan pria itu bertatapan kemudian memekik kaget, "K—kau!".

   Bukankah dia yang pernah menyeretku di Mall satu minggu yang lalu? Peluh masih membasahi wajahnya yang terlihat membeku menatapku seolah terdapat sesuatu yang sepertinya dia pikirkan mengenai diriku. Jangan sampai dia berpikiran negative mengenai Insiden waktu itu. Ugh… memalukan eoh! Dumalku dalam hati.

   "Hei, apa kalian sudah mengenal satu sama lain?" tanya Sera, menatapku kemudian beralih menatap pria menyebalkan itu. Begitu juga dengan ke-empat makhluk yang baru saja ku kenal, menatap dengan pandangan mencurigakan.

   "Tidak," jawab pria itu singkat dan memalingkan pandangannya pada ponsel yang baru saja ia keluarkan dari saku jaketnya.

   Apa kata dia? Aiissh ya ya … memang aku juga tidak mengenal pria aneh itu!  Gejolak batinku.

   "Oh, ku kira kalian sudah kenal, kalau begitu biar ku kenalkan kal—" Belum sempat Sera meneruskan, ucapannya langsung disela oleh pria itu. "Lee Kun Hee, kau bisa memanggil ku Kun Hee,” mengulurkan telapak tangannya ke arah ku. Saat akan membalas uluran tangan itu, ponselku berdering hebat mengeluarkan nada dan irama khas membuatku sendiri tersentak, "Lee Sang Mun, panggil saja Sang Mun," segera ku raih ponselku yang berdering di atas meja tanpa menyambut uluran tangan itu dengan ramah—cukup menjabatnya sekilas.

   "Yeoboseyo (Halo) ..."

   " … "

   "Yeoboseyo ..."

   " … "

   "Mianhamnida (Maaf), ini dengan siapa?" tanyaku.

   Tuuuuuuuttt... Ttuuuuuutt... Sambungan telah diputus.
Ku lihat nomor yang ada di layar ponsel. Seketika aku terperanjat, begitu membaca namanya. "Mr. J, siapa? bahkan aku pun tidak pernah menyimpan nomor dengan nama ini." gumamku, memasang wajah kebingungan dan kerutan pada bagian dahi. Sera mendekat dan ikut melihat apa yang ada di layar ponsel milikku.

   "Mr. J," Sera yang kebingungan segera bertanya, "Siapa dia?"

   "Entahlah?"  jawabku sambil mengangkat bahu kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku jaket.

   "Aiissh...," gerutu Sera, dirinya mulai geram atas sikapku.

   "Ya sudah, mari kita ke Mall, aku tidak sabar ingin membeli banyak pakaian" pekik Bora, jemarinya bergelayut manja pada lengan pria yang bernama Kim di sebelahnya. Sesuai keinginan Bora, kita menuju Mall yang kebetulan itu adalah tempat biasa yang ku kunjungi bersama Sera. Aku hanya bisa mengikuti langkah kemana mereka pergi walau sebenarnya aku ingin pulang dan tidur saja. Huft...

   Oh iya, bukankah aku harus membeli beberapa barang disini dan melihat-lihat gaun karena beberapa bulan ke depan akan ada acara keluarga di rumah Nenek, rangkai batinku sambil membayangkan Nenek yang selalu menyuruhku memakai gaun ketika ada acara keluarga rutinan tiap tahunnya. Namanya juga Lee Sang Mun, diri ini tak pernah menuruti permintaan beliau yang selalu saja memaksaku seoalah aku harus menjadi putri kerajaan yang terlihat anggun dan rapi. Oh ayolah itu bukan gayaku ... Ugh, Berhubung aku tak ingin mendengar omelan-omelan yang mampu membuatku kejang refleks saat acara berlangsung, baiklah, kali ini saja. Batinku meracau dengan memasang raut muka memelas. Ku lihat baju yang tergantung di toko-toko mall, sepertinya mahal semua. Walaupun aku sering datang ke tempat ini, tapi jarang melihat-lihat pakaian, terutama yang bernama 'Gaun dan Dress'. Aaargh ... aku tak mau menyebut namanya, menurutku itu hal yang memusingkan. Kita hanya bermain di arena bermain lantai tiga dan melihat-lihat boneka. Masalah baju, beli ketika uang tabungan sudah terkumpul—Aku lebih suka membeli barang dengan uangku sendiri, rasanya seperti aku telah menyelesaikan game teka-teki silang kemudian mendapatkan sebuah hadiah, sangat menggembirakan bukan?

   Langkah kakiku yang terbalut sepatu boots berbelok pada sebuah Toko pakaian setelah aku berpamitan pada Sera, tidak ingin membuntuti mereka terlalu lama karena harus membeli beberapa barang yang tempatnya berlawanan arah.



   'Ketika perubahan itu memaksamu untuk mengalir dalam arusnya, kau hanya bisa bertahan dan mencoba melawan arus, semakin kau bertahan semakin kuat arus itu, hingga kau merasa lelah, lelah, dan lelah—'



   "Kau ingin membeli apa?" tanya seseorang di belakang secara tiba-tiba membuatku refleks menoleh memastikan siapa pemilik suara tersebut, Lee Kun Hee. Langkah kakinya menapak pelan mendekat ke arahku berdiri.

   "Hmm... tidak, aku hanya melihat-lihat saja," jawabku sambil tersenyum sekilas kemudian memilah-milah deretan gaun yang tergelantung.

   "Oh, ya ... ya," sahutnya sambil menganggukkan kepala. Tubuhnya yang tinggi menjulang itu sedikit membungkuk, matanya memandangi jajaran gaun dan dress yang menggantung, sedangkan tangannya mulai tertarik memilah-milah seolah dia saja yang akan membeli sekumpulan kain bermodel itu.

   "Coba kau lihat ini," celetuk Kun Hee tiba-tiba sembari menenteng dress berwarna hitam tanpa lengan dengan panjang selutut.

   "Hah, kau mau membelinya? Kau bukan itu kan...—" pertanyaanku mengambang tak kulanjutkan, bergidik ngeri menatap Kun Hee. Dia malah tertawa terpingkal-pingkal meledekku.

   "Hah, Hei kau ini!" gumamku.

   "Aku memilihkan baju untukmu bukan untuk diriku, aku ini pria normal! Enak saja kau memiliki asumsi buruk padaku," ucap Kun Hee yang disusul tawa khasnya, Aku hanya ber-Oh ria dengan tawa yang sedikit ku tahan.

   "Menurutku kau cocok memakai dress ini," lanjutnya.

   "Tapi aku tidak suka warna itu, dan coba kau lihat. Aiissh... tanpa lengan dan pendek sekali," celetukku sambil memegang baju itu sekilas kemudian memalingkan pandangan pada gaun-gaun lain.

   "Benarkah, kau tidak menyukainya? padahal aku sudah membayangkan jika kau mengenakan gaun ini akan tampak...—" ucapannya tertahan ketika matanya melirik wajahku yang sudah merengut menebak-nebak apa ucapan selanjutnya, "Ah, ya sudahlah mungkin kau tidak mengerti tentang Fashion gaun tahun ini," gumamnya meledek sepelan mungkin sembari mengembalikan gaun yang ia pegang ke tempat semula.

   "Hei, Aku mendengarnya!" sahutku tanpa melihat.

   Tetap saja dia mengelak, "Apa? aku tidak berbicara apa-apa."

   "Huh,  pria ini menyebalkan sekali," gumamku sepelan mungkin.

   "Aakh, sepertinya ada yang membicarakanku ya," ucapnya dengan jemari yang masih memilah-milah baju wanita. Aku bergidik kesal dan memutuskan pindah ke Toko sebelah tanpa berpamitan, menghindari pria menyebalkan seperti dia, pria aneh.

   Setelah berhasil melarikan diri dan melihat-lihat, ternyata di Toko sini lebih ramai pengunjung daripada Toko tadi. Mencari gaun yang sesuai memang tidak semudah yang ku bayangkan, dikarenakan diriku yang jarang memakai baju yang tak ingin ku sebutkan namanya, sehingga tidak begitu mengerti tentang Fashion mengenai baju apa yang cocok dan bagus, aku teringat ucapan Kun Hee tadi.

   "Dia benar," gumamku yang ku susul dengan tawa ringan.

   "Sepertinya, ucapanku benar," simpul seseorang yang entah kapan munculnya.

   "Hah!" Aku terlonjak kaget melihat sosok di sebelahku, Kun Hee. Dia seakan tahu apa yang ku pikirkan.

   "Aku tahu kau menyukai warna putih kan, coba kau lihat ini." Kun Hee memperlihatkan dua gaun yang ia bawa, itu membuat ku ingin tertawa geli. Baru kali ini ada seseorang yang begitu kuekeh dan seriusnya memilihkan baju untukku, bahkan jika aku berbelanja bersama Sera pun tidak seperti ini. Dia?

   "Mengapa kau bawa baju itu kemari hah, bagaimana jika kau di tuduh mencurinya. Apalagi Tokonya berada di ujung sana," celetukku sembari tertawa melihat pria di depanku, Aissh ... dia terlihat lucu.

   "Aigo (Ya ampun), kau ini malah tertawa. Aku sudah membawanya kemari untukmu tapi kau tidak menghargainya, kau kira aku tidak malu membawa baju wanita ini, semua orang melihatku!" protesnya.

   "Siapa suruh kau membawa baju ini kemari. Aah, ya sudahlah, kita kembali ke Toko tadi." Ku seret dia menuju tempat tadi, langkah kita terhenti ketika seseorang berlari-lari melambaikan tangannya hingga kali ini ia berdiri tepat di hadapanku dan Kun Hee.

   "Maaf tuan, apakah Anda berniat membelinya? Jika iya, silakan membayar pada kasir terlebih dahulu." ucap seorang wanita muda itu secara tiba-tiba membuat kami terkejut, dari pakaian seragamnya pun terlihat jelas jika dia seorang pelayan toko dan dari ucapannya juga terdengar jelas jika ia mencurigai Kun hee. Sepertinya dia pelayan Toko tadi.



****



   "Apakah kau masih marah padaku?" ucapku, menelbungkan pipiku dengan bibir mengerucut, agar tawaku tidak pecah, menerobos keluar lagi.

   Saat ini kita berada di Restoran Saranghai, tempatnya berada di lantai 4. Kun Hee membawaku kesini, sepertinya dia merasa pusing menghadapiku. Haha~ dia lucu. Bagaimana dia tidak marah jika... haha~ aku ingin tertawa sekeras-kerasnya. Kita duduk berhadapan ditengahi oleh meja bulat berwarna putih berhiaskan setangkai bunga mawar yang sengaja dimasukkan dalam wadah berbahan gelas bening. Restoran ini memperlihatkan kesan romance yang juga didukung oleh beberapa aksesoris lucu dan manis, lagu-lagu yang teralunkan cocok untuk para pasangan yang berkunjung, karena itulah Restoran ini dinamakan Saranghai (Cinta). Eith, tapi hal itu tidak berlaku untukku dan pria menyebalkan dihadapanku.

   Ah iya, mengingat insiden yang terjadi di Toko tadi, ku rasa perut ini bagaikan terdapat cicak-cicak yang menempel dan merayap membuat kegelian yang tak terlupakan.

   Dentingan piano lembut pada Toko itu masih terdengar jelas di telingaku, mengalun pelan mengiringi insiden panas yang bahkan tidak cocok jika harus dinamakan sebagai Ost. jika dramanya dalam keadaan bertengkar.

 "Seharusnya kau tidak membawa pergi gaun-gaun itu begitu saja, lalu sekarang kau tidak jadi membelinya. Apakah aksi kalian diketahui sebelum berhasil sehingga—" ucapan Halmeonie (Nenek) pemilik Toko itu memarahi kami, namun segera di sela Kun Hee.

   "Jadi, Halmeonie menuduh kita sebagai pencuri? Aakh... apa hanya telingaku saja yang sedikit bermasalah?" sela Kun Hee, sembari memegang-megang telinganya. Aku hanya menunduk karena setiap aku ingin berbicara Kun Hee mencubit lenganku. Iisshh ... mengapa dia sok menjadi seorang pahlawan disini.

   "Dasar Anak jaman sekarang," umpat Halmeonie yang merasa kesal, jemarinya ia acung-acungkan ke arah kami bagaikan kami adalah anak belasan tahun yang terpergok mencuri makanan di kedai.

   "Pencuriiiiiii... tolong ada pencuriii... " teriak seseorang dari belakang, seketika semua mata memandang ke arah sumber suara. Pelayan wanita yang telah menghampiriku dan Kun Hee tadi. Halmeonie syok sedangkan Kun Hee berlari secara kilat.

   "Kun Hee!" teriakku. Dia hanya menoleh mengisyaratkan agar aku tetap di sini dengan tangannya sembari tetap berlari. Halmeonie terlihat panik, berlarian menghampiri rak-rak baju memperhatikan barang dagangannya. Satu, Dua, Tiga. Desas-desus bibir Halmeonie yang berhasil terekam oleh indra pendengarku.

   "Apa saja yang dia ambil?" tanya Halmeonie cemas pada pekerjanya, kulit keriputnya yang pucat mulai terbasahi peluh.
  
   "Beberapa setel baju yang termahal dan uang." jawab salah satu pekerja yang juga terlihat panik sembari meletakkan ponsel genggam pada telinganya, jemarinya menggenggam erat ponsel itu, sedangkan mulutnya berkomat-kamit menunggu jawaban dari sebrang sana, entah siapa yang ingin ia telfon.

   Para pembeli merasa ketakutan sehingga meninggalkan tempat ini segera. Halmeonnie merasa kecewa atas kejadian ini,  ucapan maaf tak lupa ia lontarkan pada pelanggannya atas kejadian yang pastinya membuat mereka merasa terganggu. Sedangkan aku, merasa khawatir pada Kun Hee. Bagaimana jika pencuri itu membawa pisau dan menusuknya? Aah itu terlalu mengerikan, seperti drama saja. 






To Be Continue


Bagaimana kesan Anda? Bhaha ... Si Kun Hee a.k.a Abang Chanyeol bakalan jadi Super Hero disini 😂
Untuk Abang Tehun (Sehun) masih keep calm di alamnya dan bakalan muncul jika sudah waktunya, eaaa 😂
Jangan lupa tinggalkan jejak pariwisata ya ... Nanti nama kalian bakal gw rekrut jadi Special Guest To Day di Next Chapter, dan kita lihat siapa pembaca tersetia disini pada akhir Chapter 😄.
We Are One.




Special Guest To Day :

• Anggi Eva Lutvika
• Janiati

Komentar