Dear My Ghost - Prolog






  Ketika sayap yang kau banggakan terpatahkan saat itu juga, kau hanya bisa bertahan dengan sisa patahan itu. Bagaimana rasanya? Tertatih mencari pegangan, mencari sandaran untuk mengurangi kepedihan, bahkan rasanya mampu mengalahkan ribuan jarum yang diam-diam mencicipi rasa asin kulitmu. Entah seberapa kilo meter yang bisa kau pijaki, hanya untuk bertahan dengan sisa patahan sayapmu. Pandangan bola-bola kornea yang mampu mengubah tubuh gajah menjadi sekecil semut semakin menguatkan rasa. Sedangkan dirimu hanya bisa berjalan mengikuti arah mata angin, hingga mentari tenggelam di ujung lautan dan muncul bola cahaya seolah menjadi keajaiban malam.

   Drrrt... drrrt...

   Ponselku bergetar hebat berkali-kali, sengaja kubiarkan terus seperti itu. Biarkan aku mengulang semua dari awal hingga semua bisa menyadari apa yang harus dilakukan. Segera kupindahkan tas ransel yang tergeletak di atas bangku bus beralih ke punggungku setelah laju bus terhenti. Kakiku bergerak cepat-cepat menuruni bus dan menelusuri aspal jalanan bergaris setelah melihat lampu penyebrangan menyala seolah menyuruhku melangkah lebih cepat. Perjalanan ini membuat peluh bercucuran, sedikit mengelapnya dengan telapak tangan setelah berhasil menyebrang jalan berpindah ke posisi sebelah kiri jalan. 

    Satu. Dua. Tiga. Batinku menghitung seberapa lama perjalananku ini. Tekatku sudah bulat, aku pasti bisa bertahan walaupun hidup hanya seorang diri di Ibu Kota. Setidaknya aku masih memiliki teman baik disini. Ponselku bergetar kembali bercampur dengan suara deru mesin kendaraan yang terus mondar-mandir. Sebenarnya tanganku sudah tak tahan lagi jika harus membiarkan ponsel itu terus berdering, jemariku meremas kuat ujung jaket cokelat yang melekat di tubuh, mungkin Ibu yang menelfon karena terlalu khawatir. Maafkan aku Eomma. Terlihat seorang gadis berpakaian dress pink selutut melambai-lambaikan tangannya ke arahku, tentu saja kami—aku dan dia—saling mengenal. Segera ku balas lambaiannya, berlari sekuat tenaga, membuat helaian rambut panjangku melambai-lambai dipermainkan angin—bukan hanya aku—dia juga berlari menghampiriku.


   "Hei!!!" teriak kami bersama. Tawa menggema bercampur dengan polusi-polusi suara lainnya, padahal ini masih bulan ke 6 semenjak kita berpisah dan akhirnya berjumpa lagi.


   Bagiku, kehidupan ini hanyalah putih, seputih kertas tanpa goresan, seputih khayalan. Takkan berubah hingga seseorang datang membawa tinta warna yang akan melukiskan keindahan itu.

   "Lee Sang Mun, apa kau sungguh meninggalkan rumah?" Gadis itu memanggil namaku dengan sebuah pertanyaan yang sebernarnya tak ingin kubahas. Padahal dia sedang mengemudi mobil. Beberapa menit yang lalu kita bergegas pergi setelah ber-kangen ria dan dia menyuruhku masuk ke dalam mobil mewah ini, entah sejak kapan ia memilikinya, setahuku dia tak menyukai kemewahan walaupun bisa dibilang anak dari seorang pebisnis besar di Seoul. Hanya kupasang air muka datar mengenai pertanyaan tadi.


   "Baiklah, kau bisa menceritakannya nanti," ucapnya seolah membaca pikiranku.


   Selama perjalanan, hanya deru mesin yang kudengar. Kami diam seribu bahasa, dia hanya sesekali melirik ke arahku yang bisa kuketahui dari kaca sepion. Melewati bangunan-bangunan kokoh yang super megah, sekilas mataku tertuju pada seseorang yang duduk di sebuah bangku taman dengan beberapa orang yang berdiri di hadapannya.


  Namun, bagaimana jika sang pembawa tinta warna itu adalah dua sosok pangeran misterius, memiliki aura yang sama. Hanya tempat yang membedakan.


   Entah dari mana asalnya, warna kehitam-hitaman itu berhasil menelan awan. Mengundang kilatan cahaya yang saling bersahutan satu sama lain. Makin lama mendung semakin bergelayut manja di langit Seoul. Hari semakin gelap dengan semilir angin mendesis menerjang lorong-lorong kehampaan. Sunyi senyap walau hiruk pikuk kota tetap hidup, ditambah gadis sebelahku tidak membuka suara terlalu fokus mengemudi. Lengkap sudah, kengerian semakin bertambah ketika suara sirine menjerit-jerit menggema melalui celah-celah mobil. Merambat pada benda padat, merayap melalui jalanan hingga terhambur memasuki lubang pendengaran terbawa angin.

Wiiiuuu ... Wiiiiuuu ...

Apa kesan pertamamu jika mendengar sebuah pertanyaan aneh, apa arti keastralan dan nyata bagimu?

"Sera, apa kau tidak mendengarnya?" bisikku pelan.

"Apa?" tanyanya dengan pandangan tak berubah.

"Sirine, apa ada kecelakaan?"

Matanya melirik ke arahku sekilas. "Mungkin, kau lihat di luar sana begitu gelap di sore hari seperti ini."

Cepat-cepat ku putar leherku menatap kegelapan di luar sana. Beberapa orang berlarian seolah datang hujan lebat yang akan mengelucuti tubuhnya.

   Keastralan, hanya dirimu yang merasakan kedatangannya, seakan hanya imajinasi belaka, seperti halnya khayalan. 

   "Bagaimana keadaan rumah kita dulu, apa banyak hal yang kau rubah?" tanyaku membuka suara dengan pandangan masih menengok ke luar jendela mobil.


   "Hei, kau pikir aku se-happy itu tinggal sendirian setelah kau enyah. Uuh... Aku kesepian, sangat kesepian. Bahkan aku masih menganggapmu masih disana agar ketika malam hari datang tidak terlalu ketakutan. Kamarmu, masih seperti dulu, tidak ada yang berubah." Seketika pita suaraku tak mampu membendung gelombang tawa dahsyat, membayangkan beberapa adegan ketika dia ketakutan yang malah membuat suasanya menjadi genre komedi. Aah... Menggelikan.

   "Kau malah tertawa," sahutnya dengan telbungan pipi menghiasi wajah.

   "Aku teringat saat kau berlari menjerit ketakutan, bahkan membangunkan tetangga. Kau bilang melihat bayangan orang besar dengan leher panjang dan kepala kecil. Kukira itu benar-benar penampakan, ternyata, itu Pak Joo Soo yang memiliki ukuran tubuh super big sedang menggendong putra kecilnya di pundak, sehingga membentuk bayangan seperi itu—"

   "Aaaakh ... Stop Lee Sang Mun, jangan mengingatkan itu padaku, memalukan," pekiknya membuncah.

   "Kim Sera, kau sunggu luar biasa saat menghayal. Hahaha~" tambahku menggodanya.

   "Aaaish, awas kau Sang Mun."


   Sedangkan nyata, sesuatu yang selama ini kau cari setelah merasa lelah dengan sebuah khayalan. 


  Lalu, bagaimana jika salah satu pangeran misterius itu terjebak dalam keastralan? Kau akan terseret ke dalamnya. Akankah kau memilih menemaninya atau meninggalkannya demi keselamatan, kemudian berlari dengan sesuatu yang nyata, pangeran yang terlihat nyata. Bukan hanya dirimu saja yang dapat melihatnya, semua orang, seluruh kornea dibumi ini. Namun di sisi lain, membuat satu insan menangis tanpa air mata.

   

•••••




"Jangan lupa meninggalkan jejak tertulis Only pada kolom komentar di bawah, atau klik DI SINI
Kesan dan pesan kalian saya tunggu, meet again in the next chapter."


Special guest today:


• Trio Putri Aristanti
• Janiati
• DillamKyungsoo
• Dira Diana Rahman
• Maolani YeojaExo-l ArmyMulfand
• Fadillah Nurul
• Xrv Angel Lex Sugar
 Dini Yeoja Exo-L
• Irma Happyvirus







Komentar

FujimaExoL mengatakan…
Ciiaaah keren kata-katanya.
Eh yang ini:
'pak joo soo yang memiliki ukuran tubuh super big sedang menggendong putra kecilnya di pundak.' gue ngebayangin gimana bayangan mereka yg bikin kim sera ketakutan wkwkwk
Yui mengatakan…
Keastralan dan Nyata, wow.
Unknown mengatakan…
Bagus ching ff ny,,, 👍✌
Terus lh berkarya ching, d tnggu klanjutanny 😉
Unknown mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Karin mengatakan…
Patahan sayap 😦